A. Konsep Belajar Sambil Bermain
Bagi anak, bermain adalah suatu
kegiatan yang serius, tetapi mengasyikkan. Bermain merupakan aktivitas yang
dipilih sendiri oleh anak. Bermain adalah salah satu alat utama yang menjadi
latihan untuk pertumbuhannya. Bermain adalah medium, dimana anak mencoba diri,
bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar-benar secara aktif. Permainan
adalah alat bagian anak untuk menjelajahi dunianya yang tak ia kenali sampai
pada yang ia tahu, dan dari yang dapat diperbuatnya, sampai mampu melakukannya.
Di dalam Johnson et al (1999)
dikemukakan bahwa istilah bermain merupakan konsep yang tidak mudah untuk
dijabarkan, bahkan di dalamOxfrord English Dictionary, tercantum 116
definisi tentang bermain sebagai kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi
kesenangan. Tetapi ahli lain membantah pendapat tersebut karena adakalanya bermain
bukan dilakukan semata-mata demi kesenangan, melainkan ada sasaran yang ingin
dicapai yaitu prestasi tertentu.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Smith et al, Garvey, Rubin, Fein & Vanberg (dalam
Johnson et al, 1999) diungkapkan adanya beberapa ciri kegiatan bermain, yaitu
sebagai berikut:
1. Dilakukan
berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya muncul atas keinginan pribadi serta
untuk kepentingan sendiri.
2. Perasaan
dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi yang
positif. Kalaupun emosi positi tidak tampil, setidaknya kegiatan bermain
memiliki nilai (value) bagi anak.
3. Fleksibilitas
yang ditandai dengan mudahnnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke
aktivitas lain.
4. Lebih
menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil ahir. Saat bermain,
perhatian anak-anak lebih terpusat pada kegiatan yang berlangsung dibandingkan
tujuan yang ingin dicapai.
5. Bebas
memilih, dan ciri merupakan elemen yan sangat penting bagi konsep bermain pada
anak-anak kecil.
6. Mempunyai
kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka tertentu
yang memisahkannya dari kehidupan nyata sehari-hari. Kerangka ini berlaku
untuk semua bentuk kegatan bermain seperti bermain peran, menyusun balok-balok,
menyusun kepingan gambar, dll.
Sejarah perkembangan teori
bermain di dunia berawal dari seorang filsuf Yunani yang bernama Plato. Plato
dianggap sebagai orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai
praktis dalam bermain. Menurut Plato, anak-anak akan lebih memahami aritmatika
dengan membagikan apel kepada anak-anak. Juga melalui pemberian alat pemainan
miniatur balok-balok kepada anak. Filsuf lainnya, Aristoteles berpendapat bahwa
anak-anak perlu didorong untuk bermain dengan apa yang mereka tekuni di masa
dewasa nanti.
Selain itu, Frobel lebih
menekankan pada pentingnya bermain dalam belajar karena berdasarkan
pengalamannya sebagai guru, dia menyadari bahwa kegiatan bermain maupun
permainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian serta
mengembangkan pengetahuan mereka. Jadi, ketiga tokoh diatas, menganggap bermain
sebagai kegiatan yang memiliki nilai praktis. Artinya, bermain digunakan
sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak.
Dibawah ini, dapat dijabarkan
teori klasik menganai konsep belajar sambil bermain, antara lain:
Tabel 1.1. Teori-teori Klasik
Teori
|
Penggagas
|
Tujuan Bermain
|
Surplus Energi
|
Schiller/Spencer
|
Mengeluarkan Energi berlebih
|
Rekreasi
|
Lazarus
|
Memulihkan tenaga
|
Rekapitulasi
|
Hall
|
Memunculkan insting nenek moyang
|
Praktis
|
Gross
|
Menyempurnakan insting
|
Sumber: Mayke S.
Tedjasaputra (2001: 6)
Selain teori klasik diatas,
muncul pula berbagai teori modern yang mengkaji tentang bermain. Tidak hanya menjelaskan
mengapa muncul perilaku bemain. Para tokoh juga berusaha untuk menjelaskan
manfaat bermain bagi perkembangan anak.
Tabel 1.2. Teori-teori Modern
tentang bermain
Teori
|
Peran Bermain dalam Perkembangan Anak
|
Psikoanalitik
|
Mengatasi pengalaman traumatik, copingtehadap
frustasi
|
Kognitif- Piaget
|
Mempraktekkan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep
serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya
|
Kognitif- Vygotsky
|
Memajukan berpikir abstrak, belajar dalam kaitan ZPD, dan
pengaturan diri
|
Kognitif- Brunner/Sutton-Smith
|
Memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir, imajinasi
dan narasi
|
Singer
|
Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar
|
Teori-teori lain
Arousal Modulation
|
Tetap membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah
stimulasi
|
Bateson
|
Memajukan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan
makna.
|
Sumber: Jonson et al, 1999:9
(dalam Mayke S, Tedjasaputra, 2001:6)
Dalam Berk (1994), Rubin, Fein,
Vandenberg dan Smilansky mengemukakan tahapan-tahapan perkembangan bermain
kognitif sebagai berikut:
1. Bermain
fungsional (Functional Playing)
Bermain seperti ini tampak pada
anak berusia 1 – 2 tahun, berupa gerakan yang bersifat sederhana dan
berulang-ulang. Kegiatan bermain dapat dilakukan dengan atau tanpa alat permainan.
2. Bermain
Membangun (Constructive Playing)
Bermain membangun sudah dapat
terlihat pada anak usia 3 – 6 tahun. Dalam kegiatan bermain ini anak membentuk
sesuatu, menciptakan bangunan teretntu dengan alat permainan yang tersedia.
3. Bermain
Pura-pura (Make-believe play)
Kegiatan bermain pura-pura
mulai banyak dilakukan oleh anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam bermain pura-pura
anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan
sehari-hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif memainkan peran tokoh
yang dikenalnya melalui film kartun atau dongeng.
4. Permainan
dengan peraturan (Games with rules)
Kegiatan bermain jenis ini
umumnya sudah dapat dilakukan anak usia 6 – 11 tahun. Dalam kegiatan bermain
ini, anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan.
Kathleen Stassen Berger (1983)
mengemukakan bahwa kegiatan bermain dapat dibedakan atas:
a. Sensory
Motor Play (Bermain yang mengandalkan indra dan gerakan-gerakan tubuh).
Keasyikan bermain ini terlihat
pada bayi hingga anak usia prasekolah. Misalnya keasyikan saat anak mendengar
suara air yang ditiup dengan sedotan, suara air yang tertimpa kerikil yang
mereka lemparkan, anak-anak juga menikmati berbagai tekstur yang mereka rasakan
saat bermain dengan lilin, tanah liat, pasir dll.
b. Mastery
Play (Bermain untuk menguasai keterampilan tertentu)
Misalnya mengisi teka-teki,
bermain tebak-tebakan, menyusun potongan gambar, menyusun huruf-huruf untuk
membentuk kata-kata atau kalimat tertentu.
c. Rough
and Tumble Play (Bermain kasar).
Misalnya menggambar, menyususn
potongan gambar, ataupun permainan video dan komputer den semacamnya.
d. Social
Play (Bermain bersama).
Misalnya, sekelompok anak
secara bersama-sama akan tertawa, meloncat-loncat, bertepuk tangan riang tanpa
adanya kejadian yang benar-benar lucu.
e. Dramatic
Play (Bermain peran atau khayal).
Dalam bermain peran atau khayal
ini, misalnya anak tampak sedang menyuapi boneka, mengajak bicara dan bermain,
mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya.
B.
Penerapan
dan Manfaat Keterampilan Meronce
Meronce merupakan salah satu
keterampilan dan juga termasuk dalam konsep belajar sambil bermain. Meronce
termasuk dalam jenis permainan edukatif. Permainan edukatif adalah alat
permainan yang dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan dan
mempunyai beberapa ciri khusus, yaitu:
1. Dapat
diguunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimainkan dengan bermacam-macam
tujuan, manfaat dan menjadi bermacam-macam bentuk
2. Ditujukan
terutama untuk anak-anak usia prasekolah dan berfungsi mengembanngkan berbagai
aspek perkembangan kecerdasan serta motorik anak
3. Segi
keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun pennggunaan cat
4. Membuat
anak terlihat scara aktif
5. Sifatnya
konstruktif.
Setiap alat permainan edukatif
dapat difungsikan secara multiguna. Sekalipun masing-masing alat memiliki
kekhususan, dalam artian mengembanngan aspek perkembangan tertentu pada anak,
tidak jarang satu alat dapat meningkatkan lebih dari satu aspek perkembangan.
Sebagian alat permainan edukatif dikenal sebagai alat manipulatif. Manipulatif
berarti menggunakan secara terampil, dapat diperlakukan menurut dan kehendak
dan pemikiran serta imajinasi anak.
Kegiatan memasukkan manik-manik
ke dalam benang ini merupakan latihan agar anak dapat berkonsentrasi. Dan yang
lebih penting lagi adalah merupakan tahapan pra-membaca anak. Kegiatan
meronce sendiri mempunyai beberapa tahap perkembangan. Anak dapat dikatakan
siap diajari membaca jika sudah bisa meronce dengan menggunakan pola. Karena
pada tahapan ini, anak sudah bisa mulai mengklasifikasikan sesuatu. Suatu
tahapan yang diperlukan ketika anak mulai belajar membaca. Karena dalam
pelajaran membaca, anak harus bisa membedakan bentuk huruf yang berbeda-beda.
Menurut The Creative
Center for Childhood Research and Training, Inc, tahap-tahap dalam meronce
antara lain:
Tahap 1
Main mengosongkan/mengisi
Tahap 2
Merangkai:
Digunakansebagaibahan main peran (misal: kalung, menuntunanjing)
Tahap 3
Merangkaiterusmenerus
Tahap 4
Merangkaiberdasarkanwarna
Tahap 5
Merangkaiberdasarkanbentuk
Tahap 6
Merangkaiberdasarkanpengelompokanbentuk/warna
Tahap 7
Merangkaiberdasarkanwarna,
bentuk DAN ukuran
Tahap 8
Membuatpolasendiri
Tahap 9
Membacapolakartudaribermacammacamtingkatkesulitan
Meronce sendiri ternyata tidak
hanya sebagai pengajaran keterampilan bagi anak. Anak tidak hanya bermain
dengan merangkai manik-manik atau kayu-kayuan berwarna-warni. Meronce memiliki
berbagai manfaat yang baik untuk perkembangan ank, khususnya bagi anak
berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak tunagrahita.
Manfaat meronce juga dapat
mengembangkan berbagai komponen nggunakan kecerdasan, antara lain sebagai
berikut:
· Kecerdasan
Linguistik / Verbal
Kecerdasan linguistik – verbal
mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu
menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan
pikiran-pikiran ini dalam berbicara, membaca, dan menulis.
Kecerdasan linguistik pada anak
dapat dibagi menjadi kemampuan verbal dan kemampuan membaca. Dalam meronce,
dapat menggunakan manik-manik yang bertuliskan huruf. Sehingga dengan meronce,
anak dapat sekaligus merangkai berbagai huruf menjadi sebuah kalimat yang biasa
diucapkan anak, misalnya merangkai menjadi nama anak tersebut. Selain anak
dapat mengenal abjad dan kata, anak juga dapat mengucapkan kata-kata sederhana,
meningkatkan kemampuan membaca dari meronce tersebut. Anak juga dapat
menyuarakan kata tersebut, yang secara langsung anak juga memperkaya kosakata
melalui permainan ini.
· Kecerdasan
Mathematic/ Logis
Kecerdasan mathematis dan logis
adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan persatuan, pola dan pemikiran
logis dan ilmiah. Komponen kecerdasan matematik dan logis meliputi meningkatkan
logika dan memperkuat keterampilan berpikir, mengenal angka, mengembangkan
keterampilan memecahkan masalah, meningkatkan daya ingat. Dalam meronce, dapat
digunakan manik-manik yang bertuliskan angka-angka dan tanda operasi pembilangan
seperti +, -, dan =. Anak juga dapat dengan mudah mengingat angka-angka
dan bagaimana operasinya karena dilakukan dengan bermain.
Selain mengenal angka dan
meningkatkan daya ingat, meronce dalam komponen kecerdasan matematik/logis
dapat pula digunakan untuk pengenalan bentuk-bentuk geometri pada anak
tunagrahita, seperti pengenalan bentuk kotak/kubus, lingkaran, segitiga,
segienam, maupun bentuk lainnya. Pengenalan warna juga dapat dilakukan,
berbagai manik-manik yang digunakan untuk meronce dapat memperkuat daya ingat
anak tunagrahita dalam mengenal warna-warna, seperti warna merah, kuning,
hijau, biru, dan berbagai warna lainnya. Manfaat lainnya juga dapat digunakan
untuk melatih anak berhitung, misalnya anak diminta oleh guru/orang tua untuk
menyusun sepuluh manik-manik untuk digunakan dalam meronce.
· Kecerdasan
Visual dan Spasial
Kecerdasan visual-spasial
adalah kecerdasan yang dimiliki oleh arsitek, insinyur mesin, seniman,
fotografer, pilot, navigator, pemahat dan penemu. Dalam hal ini berhubungan
dengan indera penglihatan (visual) dan estetika seni pada anak. Selain itu,
aspek ini juga dapat mengembangkan kreativitas, meningkatkan daya ingat, dan
membantu anak mengungkapkan perasaan dan emosi.
Meronce dalam komponen
kecerdasan visual dan spasial dapat membuat anak berimajinasi untuk
bereksperimen dengan warna manik-manik yang digunakan untuk meronce. Pemilihan
warna dalam meronce juga dapat menunjukkan bagaimana perasaaan atau emosi anak
tersebut, termasuk dalam hal ini anak tunagrahita.
· Kecerdasan
Kinestetik
Kecerdasan kinestetik
memungkinkan anak untuk membangun hubungan penting antara pikiran dan tubuh,
dengan demikian memungkinkan tubuh untuk memanipulasi obyek dan menciptakan
gerakan. Kecerdasan kinestetik juga menyangkut tentang perkembangan psikomotor
anak, meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
Motorik halus merupakan
perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat
syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Motorik halus merupakan pengendalian
kelompok otot yang lebih kecil dan dapat digunakan untuk menggenggam, menulis,
dan mempergunakan alat. Gerakan terampil belum dapat dikuasai sebelum mekanisme
otot anak berkembang. Anak harus mempelajari kemampuan motorik agar mampu melakukan
sesuatu bagi diri anak sendiri.
Tuna grahita adalah hambatan
fungsi intelektual umum di bawah rata-rata disertai dengan ketidakmampuan
beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan, yang muncul selama pertumbuhan. Anak
tuna grahita memiliki IQ kurang dari 70 dan tidak memiliki keterampilan sosial
atau menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan usia anak (Supratiknya,
1995).
Perkembangan motorik halus anak
taman kanak-kanak ditekankan pada koordinasi gerakan motorik halus dalam hal
ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan
menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus
anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini
masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan.
Hal ini disebabkan oleh keinginan anak untuk meletakkan balok secara sempurna
sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu sendiri.
Pada usia 5 atau 6 tahun
koordinasi gerakan motorik halus berkembang pesat. Pada masa ini anak telah
mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan
gerakan mata dengan tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan,antara lain
dapat dilihat pada waktu anak menulis atau menggambar.
Meronce termasuk salah
satu permainan edukatif yang dapat melatih motorik halus anak, khususnya anak
tuna grahita. Dengan meronce, anak akan melatih bagaimana koordinasi antara
mata, dengan anggota gerak dalam hal ini tangan. Saat memasukkan manik-manik
dalam benang, tali atau senar untuk meronce, anak juga dilatih berkonsentrasi,
melatih emosi dalam hal ini bersabar.
· Kecerdasan
Interpersonal dan kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan interpersonal
menyangkut dari perkembangan emosi dan fisik anak dan juga mengenai bagaimana
berhubungan dengan orang-orang disekitar anak. Selain meronce, anak juga dapat
berinteraksi dengan sesamanya, anak dilatih emosinya, bekerja sama dengan teman
sebayanya, serta belajar menghargai orang lain.
Kecerdasan intrapersonal anak
berkaitan dengan diri anak itu sendiri. Dalam meronce, anak dapat dilatih
juga bagaimana mengendalikan emosinya (sabar) dalam memasukkan manik-manik
kedalam benang. Anak tuna grahita juga dapat memotivasi diri mereka, sehingga
dengan meronce ini anak semakin semangat untuk menyelesaikan permainan ini.
Selain itu, anak juga dilatih bertanggung jawab terhadap kegiatannya itu, dalam
hal ini meronce.
PENUTUP
C.
SARAN
1.
Pemerintahmemberikan peluang usaha bagi home industri atau industri lain,
khususnya bagi pemilik usaha yang memiliki usaha dalam pembuatan perminan
edukatif
2.
hendaknya setiap sekolah memiliki berbagai jenis permainan edukatif untuk
menunjang pembelajaran bagi anak didik mereka, khususnya di SLB yang
menyediakan kelas kekhususan tidak hanya tunagrahita
3.
Keluarga hendaknya mengetahui jenis permainan yang baik untuk anak, tidak
mengandung zat kimia dan zat pewarna
4.
Pihak keluarga seharusnya perlu melakukan kontrol terhadap semua jenis mainan
dan lebih memilih penggunaan mainan edukatif, yang memberikan manfaat besar
bagi tumbuh kembang anak.
5.
keluarga juga diharapkan ikut dalam proses belajar sambil bermain, dalam hal ni
ikut meninjau atau mendampingi anak saat melakukan bermain.
Baccarat – Baccarat Rules and Strategy | Online Casino UK
BalasHapusIf 메리트 카지노 쿠폰 you bet the kadangpintar game to win, your player will win the bet and the winnings are paid back to you. Once the bet loses, 바카라 all other bets are placed. If you